IDI Ungkap Penyebab Biaya Pendidikan Dokter Mahal, Ini Solusinya
Merdeka.com - Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Dr. Adib Khumaidi mendorong adanya standarisasi pendidikan dokter agar tidak mahal. Menurutnya, standarisasi tersebut bisa dibuat oleh Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset Teknologi.
"Jadi kalau kami pun mendorong standarisasi biaya pendidikan, sehingga nanti penyelenggara pendidikan baik itu dari swasta maupun negeri itu memang menyesuaikan dengan standar? Siapa yang bisa membuat standar ya kementerian pendidikan terutama, itu harus muncul," katanya di kantor IDI, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (13/12).
Dia mengungkapkan, dalam standarisasi itu juga dimuat biaya pendidikan dokter spesialis. IDI ingin biaya pendidikan dokter di swasta maupun negeri nantinya sesuai standar yang telah ditetapkan.
-
Bagaimana IDI dibentuk? Sampai akhirnya pada 22-25 September 1950 Muktamar pertama Ikatan Dokter Indonesia (MIDI) pun digelar di kawasan Deca Park dan akhirnya diresmikan pada bulan Oktober.
-
Bagaimana cara Jokowi ingin mengatasi kekurangan dokter spesialis? '2 mesin ini harus dijalankan bersama-sama agar segera menghasilkan dokter spesialis yamg sebanyak-banyaknya dengan standar internasional,' tutur Jokowi.
-
Kenapa IDI di Kaltim meningkat? “Peningkatan angka ini, membuat Kaltim menduduki peringkat 4 nasional. Setelah sebelumnya peringkat 5 nasional,“ terang Sufian Agus.
-
Kenapa jumlah dokter di Indonesia masih rendah? Mengutip pernyataan Wakil Menteri Kesehatan, dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD, PhD, KEMD saat memberikan materi di acara yang sama, saat ini rasio jumlah dokter Indonesia masih tergolong sangat kecil, yaitu 0,47 dokter per 1.000 penduduk. 'Angka ini jauh di bawah standar WHO yang minimalnya 1 dokter per 1.000 penduduk,' ujar Dante.
-
Kenapa Jokowi ingin segera melengkapi dokter spesialis di rumah sakit daerah? 'Tadi Pak Menkes sudah menyampaikan bahwa dokter umum masih kurang 124.000, dokter spesialis masih kurang 29.000. Jumlah yang tidak sedikit. Ini yang harus segera diisi,' kata Jokowi dalam Peresmian Peluncuran Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit Pendidikan Penyelenggara Utama di Rumah Sakit Harapan Kita Jakarta, Senin (6/5).
-
Apa yang diukur IDI di Kaltim? IDI merupakan alat untuk mengukur perkembangan demokrasi Indonesia sebagai acuan untuk menyusun program pembangunan politik baik untuk pemerintah pusat maupun daerah.
"Kemudian di dalam standar tadi itu nanti akan masuk komponen komponen yang tadi termasuk bukan hanya kepentingan dokter, kepentingan dokter spesialis pun harus ada, supaya nanti kita tidak kemudian di katakan oh kalau di swasta mahal, negeri enggak, atau gimana? Jadi supaya ada standar yang dibuat pemerintah," terangnya.
Adib menerangkan, harus ada komponen-komponen yang diperbaiki dalam pendidikan kedokteran. Sebab, ada komponen yang membuat pendidikan kedokteran mahal dan berbeda dengan pendidikan lain seperti biaya laboratorium dan praktek.
"Yang jelas kalau kedokteran, satu nanti biaya di laboratorium nanti kemudian biaya praktek, kemudian biaya pada saat berada di rumah sakit artinya banyak sekali komponen yang berbeda kalau di pendidikan lain," jelasnya.
Adib melanjutkan, jika sudah ada standarisasi itu, maka IDI bisa mendorong adanya anggaran terkait beasiswa pendidikan kedokteran. Dari alokasi anggaran itu, bisa diketahui berapa banyak jumlah dokter yang butuh beasiswa.
"Kalau kita punya standar, standar itu kemudian kita dorong untuk anggaran dari daerah, berapa sih sebenernya anggaran yang dibutuhkan dalam biaya pendidikan ini, karena kalau sudah ada standar ini kita bisa sampaikan pada daerah ini loh biayanya sekian," terangnya.
"Sehingga alokasi anggaran terkait dengan kebutuhan SDM itu bisa kita lakukan karena kita sudah punya standar biaya pendidikan tadi," pungkas Adib.
(mdk/fik)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
IDI menegaskan, permasalahan utama di Indonesia yakni distribusi dokter yang tidak merata, bukan produksinya.
Baca SelengkapnyaIndonesia masih kekurangan 120 ribu dokter umum sesuai rasio ideal yang diharapkan menurut Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO.
Baca SelengkapnyaPadahal Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, Indonesia kekurangan dokter.
Baca SelengkapnyaJangan sampai nanti kita ingin mengejar kuantitas, tapi kualitasnya acak kadut gitu," kata Piprim.
Baca SelengkapnyaRencana Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mendatangkan dokter asing menuai polemik. Ada yang mendukung, ada pula yang menolak karena berbagai alasan.
Baca SelengkapnyaIDI mengungkapkan tidak seimbangnya rasio dokter umum dan spesialis di Indonesia sangat berdampak terhadap kualitas kesehatan di setiap daerah.
Baca SelengkapnyaPerguruan tinggi negeri menjadi incaran karena biaya kuliah lebih murah. Tapi faktanya, kian hari kian mahal.
Baca SelengkapnyaMenkes menyebut idealnya per 1.000 penduduk di Indonesia ada satu dokter yang menangani
Baca SelengkapnyaSelain mengisi kekosongan dokter di daerah terpencil, lanjut Azhar, mendatangkan dokter asing bertujuan mentransfer ilmu ke dokter lokal.
Baca SelengkapnyaJelang Pilpres 2024, Ikatan Dokter Indonesia mengungkapkan sosok calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) pilihan mereka.
Baca SelengkapnyaPro dan kontra terjadi karena pemerintah ingin mengambil dokter asing untuk mengabdi di Indonesia
Baca SelengkapnyaPanja Pembiayaan Pendidikan Komisi X DPR RI menyampaikan lima kesimpulan terkait masalah anggaran pendidikan
Baca Selengkapnya